Langsung ke konten utama

SOR SINGGIH BAHASA BALI MEMBANGUN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

Sor Singgih Bahasa Bali Membangun Karakter dan Kepribadian Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa Ibu yang digunakan oleh penuturnya yaitu orang – orang Bali. Bahasa Bali itu sendiri tentu sangat berkaitan dengan adat seni budaya bahkan Religi masyarakat Bali. Sampai saat ini bahasa Bali yang merupakan warisan nenek moyang Bali masih eksis digunakan. Keberadaaan bahasa Bali dengan berbagai variasi inilah mewariskan wujud kebudayaan Bali,sehingga bahasa Bali sebagai pendukung kebudayaan Bali,dan tentunya sebagai kebudayaan nasional. Karena bahasa Bali masih digunakan sebagai alat komunikasi dan dipelihara baik oleh penuturnya. Upaya untuk mengetahui keberadaan,eksistensi,dan perkembangan dengan bahasa Bali, merupakan jangkauan kajian bahasa Bali. Membahas mengenai variasi bahasa tentunya merupakan hal yang begitu luas sebab variasi bahas itu meliputi : dialek-idiolek,sor singgih bahasa,alih kode maupun campur kode dan lain sebagainya. Hal itu tergantung, wilayah, keadaan, siapa, bagaimana si penutur atau pemakai bahasa itu memakai bahasanya sehingga tampak perbedaan dan makna yang ingin diungkapkan. Dalam perkembangannya keberadaan bahasa Bali memiliki beberapa variasi,variasi itu terlihat bila dipandang berdasarkan dimensi sosial,dimensi temporal,dan dimensi regional (Mirah Purwiati, 1995/1996 : 1 dalam Sejarah Kajian Bahasa Bali, Made Swasta 2004.) Berdasarkan dimensi sosialnya ada anggah-ungguhing bahasa Bali,dan ada bahasa Bali baku dan tidak baku. Berdasarkan dimensi temporal ada bahasa Bali kuna dan bahasa Bali kapara. Berdasarkan dimensi regional ada bahasa Bali dialek Bali aga dan bahasa Bali dataran. Membahas mengenai kelestarian bahasa Bali itu sendiri, telah dilakukan beragam cara baik instansi pemerintah, pendidikan, keluarga dan sekolah. Hal tersebut dikarenakan pelestarian sebuah bahasa tidak hanya bisa berlangsung di individual atau satu sisi saja seperti hanya di intansi sekolah, keluarga, ataupun yang lainnya. Tentu membutuhkan perpaduan dari aspek dan susut lainnya. Perkembangan jaman dan teknologi yang berkembang pesat dari berbagai sektor saat ini sangat mempengaruhi budaya, adat dan bahasa itu sendiri. Apalagi bahasa Bali itu sendiri merupakan bahasa kecil dan bahasa daerah jika dibandingkan dengan bahasa yang bersekala besar seperti bahasa Inggris. Orang – orang cenderung berlomba untuk mempelajari bahasa Inggris agar bisa berkomunikasi secara global dengan mengesampingkan bahasanya sendiri. Mereka berlomba – lomba untuk memahami dan mendalamai bahasa asing agar bisa bersaing, namun bahasa lokalnya hanya digunakan sesaat ketika berkomnikasi dalam ranah adat, seni budaya saja bahkan keluarga,ataupun kegiatan keagamaan kadang terlupakan. Mungkin hal tersebut dianggap kurang kekinian dan sebaliknya ketika memakai bahasa asing tampak gagah dan keren. Bahkan orang tua masih gengsi mengajarkan anaknya dalam menggunakan bahasa Bali dan lebih cenderung bahasa Indonesia lebih – lebih bahasa asing. Era globalisasi mengajarkan gaya personal atau trend, yang meninggalkan bahasa Bali, namun jika dilihat dari segi lainnya tentu masih sangat perlu dilestarikan dan diturunkan ke generasi selanjutnya disamping agar bahasa Bali sebagai kebudayaan lokal tetap terjaga. Hal terpenting dalam memahami dan mendalami bahasa Bali tentu bahasa Bali yang kaya akan kosa kata, nilai – nilai karakter dan moral, etika, makna, religius, unsur – unsur budaya, tatanan masyarakat, estetika, gender,dan lain sebagainya. Dikatakan sebagai nilai – nilai karakter dan moral sebab dalam bahasa Bali tersebut selain melalui satua – satua (dongeng) Bali yang kaya moral melalui penggunaan sor singgih bahasa Bali (tingkatan – tingkatan bahasa) tanpa disadari kita menanamkan nilai moral dan membentuk karakter anak itu menjadi sopan dan mengetahui kapan dimana kepada siapa berbicara sebab dan gaya biaca menentukan karakter seseorang. Dari segi etika, tentunya dalam interkasi bertutur kata Sor singgih basa Bali mengajarkan bagaimana kita berkomunikasi dengan orang sebaya, lebih tua, orang dihormati, berpangkat, dalam lingkup formal, dan orang yang sehingga rasa sopan itu tertanam tumbuh dan berkembang sejak dini. Misalnya mengatakan makan tanpa ada diksi untuk lawan bicara apakah menawarkan kepada orang tua, orang yang belum kenal, kakak, binatang peliharaan yang nilainya sama sedangkan dalam bahasa Bali terdapat diksi seperti “makan” = ngajeng, ngerayunang, neda, nunas (bahasa alus) dan lain sebagainya. Kata lain tidur dalam bahasa Indonesia bisa digunakan kepada tanpa memandang siapapun bahkan kadang binatangpun dengan kata yang sama, namun bahsa bali kata tidur memiliki padanan kata,“tidur” = medem (binatang), mesare (jabag), sirep (alus), dan lain sebagainya. Secara makna, setiap kata yang muncul dalam sebuah bahasa terutamanya bahasa Bali memiliki makna yang mendalam dilihat dari diksi dan pemilihan kosa kata sesuai tingkatan – tingkatan bahasa itu sendiri yang memberikan rasa, dan gaya bahasa sehingga mampu membangun karakter dan pemahaman secara moral tergantung pilihan kita dalam memakianya. Secara religius (keagamaan) tentunya bahasa Bali berperan penting dalam kegiatan upacara dan upakara di Bali sebab segala bentuk sarana, cara, dan prosesnya menggunakan bahasa Bali apalagi untuk mereka yang masih usia dini perlu diberikan pemahaman dan konsep sebagai pembentukan karakter dan kepribadian sebagai umat beragama. Secara estetika sudah hal yang pasti bahwa setiap bahasa mengandung unsur seni, apalagi di Bali sendiri cara penyampaian bahasanya memerlukan pemahaman yang mendalam dalam menggunakan tingkatan bahasa terutama terhadap mereka yang belum kenal, orang yang dihormati, kaum bangsawan dan kaum religius memerlukan gaya penyampaian dan pilihan kosa kata agar mudah dipaham dan indah di dengar terutama dalam hal yang berifat formal seperti berbicara di depan orang banyak sebagai publik speaking tentunya harus memiliki diksi yang banyak dalam penyampaian yang tak lepas dari sor singgih bahasa. Dari segi Gender sudah tidak dapat dipungkiri lagi dari nama panggilan orang Bali saja sudah dapat menentukan gender seseorang, misalnya Putu, Made, Nyoman, Ketut, Iluh, Ni, I, Gusti, Ida, Anak Agung dan lain sebagainya. Dalam hal bertutur kata dengan mereka memerlukan pilihan kata sehingga kita mengetahui kepada siapa kita berbicara, tidak mungkin kita berbicara kepada kaum brahmana, atau mereka orang biasa kepada yang berkasta tanpa memakai sor singgih bahasa yang merupakan norma kesopanan dalm bertutur kata. Tatanan masyarakat Bali dapat dilihat cara penggunaan bahasa dan kepribadiaannya. Misalnya, dari kaum masyarakat umum dengan masyarakat pemuka agama, bangsawan akan berbeda cara meraka bertutur kata. Sangat terlihat jelas berperan penting dalam kehidupan masyarakat Bali, bahkan jika dikaitkan dengan pembentukan kepribadian,karakter dan psikologi. Tentunya dalam pembentukannya dimulai dari anak – anak. Bahasa Bali bisa mengajarkan anak sejak dini pendidikan karakter dan kepribadian melaui cara bertutur kata terhadap sesama dalam ruang lingkup kecil keluarga, sekolah dan teman sepermainan. Dalam keluarga diajarkan sopan santun berbicara anak kepada orang tua, orang tua terhadap anak, anak terhadapa kakaknya, anak terhadap kakek, paman, bibik dan sebagainya melaui penggunaan sor singgih bahasa Bali yang memberikan pemahaman dan rasa kepada lawan biacaranya. Bahasa Bali memiliki rasa yang lembut ketika digunakan dalam hal formal bertutur kata keseharian namun diluar hal yang negatif (bertengkar,kesal,marah, tidak terima dan lainya). dalam hal negatif digunakan tentunya akan membangkitkan moral yang negatif dan sebaliknya hal positif akan memberikan pemahaman yang positif terhadap anak. Dengan pengajaran dan pemahaman sor singgih bahasa Bali yang diberikan dari sejak dini tentunya akan sangat menetukan keberadaan dan perkembangan bahasa Bali. Hal tersebut menunjang keberadaan bahasa Bali yang merupakan bahasa Ibu serta kaya akan nilai – nilai adi luhung. Dalam pengajaran bahasa Bali sudah mulai dilirik oleh pemerintah daerah agar bahasa Bali dan karakter anak – anak saat ini bisa semakin baik. Hal itu dapat dilihat dari adanya penyuluh bahasa Bali yang ada dari masing – masing desa seluruh bali. Mereka yang memiliki tugas penting menjaga keberadaan bahasa, aksara dan sastra Bali agar tetap ajeg dan lestarai serta memberikan pendidikan, pemahaman terhadap anak, remaja di luar jam formal dan masyarakat dari berbagai sisi menyangkut bahasa, aksara dan sastra Bali. Bahkan hal tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2018 tentang Bahasa, Sastra dan Aksara Bali, dan Peraturan Gubernur No. 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali secara serentak di seluruh Bali yang sudah berjalan saat ini berupa penggunaan bahasa Bali setiap hari kamis di instansi instansi pemerintah provinsi Bali disamping penggunaan busana adat Bali. Bahasa Bali memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bali baik secara adat, seni budaya dan bahkan pembentukan karakter serta moral masyarakat yang patut dilestarikan dari segala segi dan berbagai pihak sehingga bahasa Bali itu tetap menciptakan roh positif terhadap nyawa pulau Bali yang mampu menciptakan kepribadian dan karakter masyarakat Bali yang ditanamkan sejak dini. Dalam perkembangannya keberadaan bahasa Bali memiliki beberapa variasi,variasi itu terlihat bila dipandang berdasarkan dimensi sosial,dimensi temporal,dan dimensi regional (Mirah Purwiati, 1995/1996 : 1 dalam Sejarah Kajian Bahasa Bali, Made Swasta 2004.) Berdasarkan dimensi sosialnya ada anggah-ungguhing bahasa Bali,dan ada bahasa Bali baku dan tidak baku. Berdasarkan dimensi temporal ada bahasa Bali kuna dan bahasa Bali kapara. Berdasarkan dimensi regional ada bahasa Bali dialek Bali aga dan bahasa Bali dataran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Basita Paribasa

Basita Paribasa Basitha Paribasa inggih punika basa rerasmen wiadin panglengut basa. Kanggen panglengut basa sajeroning mabebaosan kalih magegonjakan, sajeroning basa pakraman wiadin basa pasawitrayan. Sane ngranjing Basitha Paribasa minakadi : 1. Sesonggan. 2. Sesenggakan. 3. Wewangsalan. 4. Sloka. 5. Bebladbadan. 6. Pepindan 7. Sesawangan. 8. Cecimpedan. 9. Cecangkriman. 10. Sesimbing. 11. Cecangkitan. 12. Raos Ngempelin. 13. sasemon 14. Sipta. 15. Peparikan 16. Sesapan 17. Tetingkesan   1. Sesonggan. Sesonggan wit ipun saking kruna 'ungguh', sane mateges linggih, genah, wiadin nongos. Kruna ungguh polih paweweh merupa pangiring (akhiran) "an", dados ungguhan sane mateges janji utawi pati. Kruna ungguhan kasandiang (mengalami perubhan sandi suara) dados unggwan. Sajeroning pangucapan kruna unggwan puniki dados unggan. Selantuir ipun kruna unggan puniki polih pangater (awalan) "sa" dados saunggan, taler kasandiang malih dados songg...

PERBEDAAN BAHASA BALI KUNA, TENGAHAN, DAN BARU

Bahasa Bali Kuna a.       Pengertian Bahasa Bali Kuna Bahasa Bali kuna adalah nenek moyang bahasa Bali modern(Berata, 1993 dalam Suasta 2004:8). Bawa, dkk(1984/1985:21)dalam bukunya yang berjudul Studi Sejarah Bahasa Bali mengemukakan bahwa bahasa Bali kuna adalah bahsa Bali yang banyak terkena pengaruh bahasa sansekerta. Bahasa Bali kuna merupakan nama yg diberikan terhadap bahasa bali yang versinya yang kuna yang digunakan dalam sejumlah prasasti yang terbit di bali (Granoka dkk,1984:1). Hasil penelitian prasasti-prasasti oleh Stein Callefels(1926), dan Goris(1954) serta Soekarto K (1977) telah memberikan petunjuk yang cukup jelas bahwa bahasa Bali memiliki variasi yaitu variasi temporal yang berasal dari jaman Bali Kuna. Dan adanya versi inilah sebagai awal munculnya nama Bahasa Bali Kuna (dalam kajian Bahasa Bali Made Suasta 2004 : 8). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa Bali kuna adalah bahasa bali tertua yang merupak...

Malajah Wilangan Bali

No. Angka Wilangan Angka Wilangan 1 10 Dasa 300 Telung atus 2 11 Solas 400 Samas 3 12 Roras 450 Samas seket 4 13 Telulas 475 Samas telung benang 5 14 Patbelas 500 Limang atus 6 15 Limolas 600 Telung atak / telung bangsit 7 16 Nembelas 700 Pitung atus 8 17 Pitulas 800 Domas 9 18 Plekutus 1000 Siu 10 19 Siangolas 1100 Siu satus 11 20 Duangdasa 1200 Nem bangsit 12 21 Selikur 1300 Siu telung atus 13 22 Dua likur 1400 Pitung bangsit 14 25 Selae 1500 Siu limang atus 15 28 Ululikur 1600 Sepeha 16 31 Telung dasa besik 1700 Siu ...